Selama dasawarsa terakhir ini, para ekonom
semakin menyadari betapa pentingnya implikasi-implikasi yang ditimbulkan oleh
berbagai persoalan lingkungan hidup terhadap keberhasilan upaya-upaya
pembangunan ekonomi. Sekarang kita mengetahui bahwa interaksi antara kemiskinan
dan degradasi lingkungan itu dapat menjurus ke suatu proses perusakan tanpa
henti. Pemanfaatan sumber-sumber daya alam secara berlebihan tanpa
memperhatikan kelestariannya tersebut dengan sendirinya meningkatkan
tekanan-tekanan terhadap kualitas lingkungan hidup yang pada akhirnya pasti
akan mengancam swasembada atau kecukupan pangan segenap penduduk di negara
terebut.
Kerusakan atau degradasi lingkungan juga
dapat menyusutkan laju pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan kerusakan
lingkungan hidup akan menurunkan tingkat produktivitas sumber daya alam serta
memunculkan berbagai masalah kesehatan dan gangguan kenyamanan hidup. Dua puluh
persen penduduk dunia yang paling miskin adalah kelompok yang pertama dan yang
paling banyak menanggung beban kerusakan lingkungan. Kelompok ini memang
merupakan kelompok yang rentan dan rawan. Mereka tidak mempunyai
failitas-failitas kesehatan yang memadai atau sanitasi dan persediaan air yang
buruk. Karena pemecahan masalah terebut dan berbagai bentuk persoalan
lingkungan lainnya senantiasa menyaratkan adanya upaya peningkatan kualitas
sumber daya dan taraf hidup penduduk yang paling miskin, maka pencapaian suatu
pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan yang sekaligu ramah terhadap
lingkungan pada dasarnya merupakan suatu definsi yang paling fundamental dari
istilah atau konsep “pembangunan ekonomi” itu sendiri.
Berikutnya, kita akan memperluas jangkauan pembahasan mengenai lingkungan hidup ini dengan melibatkan persoalan yang lainnya yang tidak kalah penting nya. Yang terakhir, kita akan coba menarik kesimpulan-kesimpulan berdasarkan analisis yang sudah kita lakukan mengenai prospek-prospek penciptaan suatu agenda lingkungan hidup internasional dalam rangka mencapai pembangunan yang berkelanjutan bagi semua negara di dunia.
Setidaknya
terdapat tujuh permasalahan yang paling mendasar yang berkaitan dengan lingkungan
hidup dan pembangunan:
1) Konsep pembangunan yang berkelanjutan dan kaitannya dengan
masalah lingkungan hidup
2) Kependudukan dan sumber-sumber daya alam
3) Kemiskinan
4) Pertumbuhan ekonomi
5) Pembangunan daerah pedesaan
6) Urbanisasi
7) Perekonomian global
Sebelum membahasnya secara mendalam, terlebih dahulu kami berikan gambaran secara singkat permasalahan-permasalahan tersebut.
1) Pembangunan yang Berkelanjutan dan Perhitungan Nilai
Lingkungan Hidup
2) Kependudukan dan Sumber-sumber Daya Alam
3) Kemiskinan dan Lingkungan Hidup
4) Pertumbuhan Ekonomi vs Kelestarian Lingkungan Hidup
5) Pembangunan Daerah Pedesaan dan Lingkungan Hidup
6) Pembangunan Perkotaan dan Lingkungan Hidup
7) Lingkungan Hidup Global
Masalah Lingkungan
|
Dampak Terhadap Kesehatan
|
Dampak Terhadap Produktivitas
|
Polusi air dan kelangkaan air bersih
|
Lebih dari 2 juta orang mati dan miliaran penyakit terjadi setiap tahunnya sebagai dari akibat tercemarnya air; kondisi kesehatan setiap keluarga sangat buruk dan rapuh akibat dari kelangkaan air bersih
|
Kemerosotan hasil dari budidaya perikanan; waktu para penduduk di desa dan kota banya yang terbuang sekedar untuk mencari air; sebagian kegiatan yang produktif terpaksa ditunda karena air bersih untuk kebutuhan sehari-hari tidak tersedia
|
Polusi udara
|
Aneka penyakit akut dan kronis terutama saluran pernafasan dan paru-paru; 300.000-700.000 manusia khususnya anak-anak meninggal secara dini per tahun; 400 juta-700 juta penduduk negara-negara Dunia Ketiga, terutama wanita dan anak-anak megalami gangguan pernafasan karena sistem ventilasi di rumah-rumah yang sangat buruk dan sering dipenuhi oleh kepulan asap kotor yang sangat menyesakkan
|
Penghentian aktifitas transportasi dan industri pada masa kritis; dampak hujan asam terhadap hutan dan sumber-sumber air di bawah tanah, yang mengikis kesuburan lahan dan segala sesuatu yang terdapat di atasnya
|
Limbah padat dan limbah yang berbahaya
|
Aneka penyakit akibat banjir dan limpahan sampah; teracuninya air serta sumber-sumbernya yang berskala lokal tetapi sangat berbahaya bagi kesehatan
|
Pencemaran atas sumber-sumber air di bawah permukaan tanah
|
Degradasi kualitas tanah
|
Penyusutan kecukupan gizi kalangan penduduk yang paling miskin oleh karena lahan mereka semaki tidak mampu menyediakan bahan-bahan pangan secara memadai; kemungkinan menjadi gurun pasir juga semakin besar
|
Penyusutan GNP antara 0,5-1,5 persen per tahun; pengikisan sumber air di bawah tanah; menyulitkan kegiatan transportasi sungai; dan memukul investasi hidroelektrik
|
Pembabatan hutan atau deforestasi
|
Banjir yang akan banyak merenggut harta serta jiwa manusia; risiko penyebaran penyakit
|
Lenyapnya sumber daya yang sangat berharga, bukan hanya kayu, tetapi juga produk-produk hutan lainnya yang jenis dan nilainya tidak terhitung besarnya
|
Kemerosotan biodiversitas
|
Sumber obat-obatan potensial yang sangat berharga lenyap
|
Penurunan kemampuan adaptasi ekosistem dan hilangnya sejumlah besar sumber daya lingkungan hidup yang esensial, sehingga perlindungan alam kian lemah
|
Perubahan kondisi atmosfer
|
Kemungkinan penyebaran bibit-bibit penyakit lama dan baru; tekanan iklim, sinar matahari langsung dan berbagai resiko mengerikan akibat penipisan lapisan ozon ; 300.000 kasus baru penyakit dan kanker kulit per tahun ; kasus katarak (penyakit mata) akibat terpaan langsung sinar ultraviolet
|
Kenaikan permukaan air laut yang merusakkan investasi-investasi di tepian dan daerah sekitar pantai; perubahan-perubahan produktivitas pertanian secara tidak terduga; gangguan mata rantai kehidupan laut
|
c
|
PB
|
Masalah utama yang meliputi mekanisme
penentuan harga barang publik, tentu saja, adalah bagaimana mengetahui tingkat
harga yang harus dikenakan kepada masing- masing anggota masyarakat. Masyarakat
sendiri tidak memiliki insentif untuk repot- repot memikirkan berapa banyak
kontribusi yang mereka berikan untuk mengadakan suatu barang publik, karena
mereka bisa menikmati dan memanfaatkannya secara cuma- cuma. Pemerintah bisa
mengurangi inefisiensi pasar, namun akan sulit untuk menciptakan alokasi
sumberdaya yang sempurna sehubungan dengan begitu terbatasnya informasi yang
tersedia. Bagaimana mungkin pemerintah bisa mengumpulkan pungutan dari
masyarakat yang masih miskin dan banyak diantaranya tidak memiliki pendapatan
tetap secara memadai.
Teori-teori neoklasik memang bermanfaat untuk menjelaskan mengapa kegagalan pasar menjurus pada terciptanya alokasi sumberdaya yang tidak efisien dalam perekonomian komersial yang sudah maju. Akan tetapi, aplikasi teori-teori tersebut sangatlah terbatas seandainya dihadapkan pada masalah- masalah didalam perekonomian pasar campuran, apalagi perekonomian yang sama sekali tidak mengenal pasar (perekonomian sosialialis yang serba terencana). Teori tersebut juga tidak bisa diterapkan dikawasan yang penduduknya masih miskin dan tidak memiliki sumberdaya lain kecuali sumberdaya alam yang ada disekeliling mereka.
Kehidupan penduduk miskin di daerah pemukiman kumuh di
kota mirip dengan penduduk miskin di daerah pedesaan. Masing-masing keluarga
harus bekerja sepanjang hari, pendapatan serba tidak pasti, sulit mendapatkan
gizi, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai.
Di berbagai pusat pemukiman kumuh di kawasan Asia,
polutan yang mengancam kesehatan bertebaran dimana-mana, baik di dalam maupun
di luar rumah. Para wanita tidak menyadari akan ancaman berbagai polusi dari
kompor-kompor mereka bagi anak-anak. Dan kalaupun para wanita menyadarinya,
mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi ekonomi yang buruk memaksa
mereka untuk menggunakan bahan bakar yang mudah dan terjangkau. Atau kadang
asap rokok suami terhadap anak-anak dan istrinya juga.
Di lingkungan kerja juga para penghuni daerah kumuh
menghadapi polutan yang sangat berbahaya dari pabrik. Karena gizi yang tidak
memadai, daya tahan tubuh mereka pun sangat rendah. Penyakit diare menjadi hal
yang biasa bagi mereka. Di keluarga paling miskin, hanya anak laki-laki saja
yang akan memperoleh perawatan ketika jatuh sakit. Hal ini berdasarkan
pertimbangan bahwa semakin cepat sembuh, mereka semakin cepat dapat kembali
membantu orang tua mencari tambahan penghasilan. Sehingga tingkat kematian
anak-anak perempuan jauh lebih tinggi daripada laki-laki.
Tempat bermain di jalanan juga dipenuhi oleh emisi
polutan dari mobil atau kendaraan lain. Kondisi lingkungan fisik dan mental
yang demikian buruk menyebabkan anak-anak miskin tidak dapat memenuhi standar
dasar akademis. Masa depan yang lebih cerah hanya ada di awing-awang.
Pusat-pusat pemukiman kumuh di berbgai negara-negara
Dunia Ketiga tersebut menyerap lebih dari 80% lonjakan penduduk dunia.Awalnya
implikasi terberat dari degradasi lingkungan memang dialami daerah pedesaan.
Namun dengan derasnya arus urbanisasi, ancaman lingkungan paling berbahaya
nantinya justru ada di daerah perkotaan. Proporsi penduduk yang menghuni
pemukiman kumuh kini telah mencapai 60%. Akan meningkat seiring terus
berlangsungnya migrasi.
Penyakit-penyakit seperti bronchitis dan diare, yang banyak di derita oleh negara berkembang, akan memperberat beban hidup masyarakat miskin.Faktor penyebab lingkungan hidup di daerah perkotaan yang sangat buruk dibagi menjadi 2 kategori pokok, yaitu: pertama, faktor-faktor penyebab yang bersumber atau berkaitan dengan urbanisasi dan pertumbuhan industri. Kedua, keterbatasan pengelolaan kawasan-kawasan pemukiman di daerah perkotaan itu sendiri.
Analisis cross-sectional atas sejumlah negara pada
berbagai tingkat pendapatan memberikan hasil-hasil yang mirip dengan survey
yang didasarkan pada koefisien Indeks Gini. Studi itu mengungkapkan bahwa
pencemaran di daerha perkotaan pada awalnya akan terus meningkat seiring dengan
kenaikan tingkat pendapatan nasional, untuk kemudian menurun (dengan adanya
pengembangan clean technologies).
Sumber utama pencemaran udara adalah penggunaan energy
secara berlebihan, emisi kendaraan, dan pencemaran limbah produksi industri.
Industrialisasi selalu meningkatkan buangan limbah baik dalam bentuk emisi
langsung maupun melalui pengubahan pola konsumsi dan perlonjakan permintaan
terhadap barang-barang manufaktur. Parah tidaknya, adalah tergantung cara
pembuangannya. Maka perlu peranan pemerintah dalam mengawasinya agar pengusaha
tidak seenaknya membuang limbah tanpa memerdulikan kesehatan penduduk sekitar.
Penanggung utama biaya kerusakan lingkungan hidup justru mereka yang sebenarnya tidak terlibat atas tersebarnya polutan (eksternalitas). Dalam eksternalitas dikenal beberapa istilah seperti “private cost,” “pollution tax,” “social cost.”Sampai batas tertentu, lingkungan memiliki daya tahan atau absorptive capacity yang memungkinkannya untuk menyerap sejumlah polutan secara aman.Sampai batas tertentu, lingkungan memiliki daya tahan atau absorptive capacity yang memungkinkannya untuk menyerap sejumlah polutan secara aman. Sampai batas tertentu, lingkungan memiliki daya tahan atau absorptive capacity yang memungkinkannya untuk menyerap sejumlah polutan secara aman.
Menurut standar-standar dan penelitian WHO,
diperkirakan pada dekade 1980-an, 1,3 miliar manusia yang hidup di kota harus
menghirup udara yang penuh polutan, dan bahkan 1 miliar orang diantaranya
bahkan harus mengisi paru-parunya dengan udara yang dipenuhi oleh sulfur
dioksida. Zat kimia lainnya juga meningkat. Semua limbah yang
dihasilkan dari industri mengancam kesejahteraan dan kesehatan manusia,
sehingga jika tidak segera diatasi maka pada akhirnya dampak
negatif itu akan mengikis segenap mamfaat yang diberikan sector
industry tersebut bagi kemakmuran dan kemajuan ekonomi.
Sejumlah studi kasus menunjukkan bahwa polusi industri
di banyak negara berkembang telah mencapai taraf yang sangat membahayakan.
Seperti keterbelakangan mental anak-anak di Bangkok, tekanan darah tinggi di
70% anak-anak Mexico City, dan paru-paru kronis di 12,5% penduduk Cubato-Brazil
(1980).
Risiko pencemaran di Dunia Ketiga lebih tinggi karena
daya tahan penduduk lebih rendah sebagai akibat dari buruknya nutrisi dan
pelayanan kesehatan pada umumnya. Yang paling menderita adalah anak-anak karena
menghirup polutan 2x lebih banyak daripada orang-orang dewasa.
Keterbatasan air bersih dan fasilitas sanitasi juga
menjadi penyebab utama atas memburuknya kondisi kesehatan penduduk perkotaan di
negara berkembang. Sekitar 1 m orang di dunia tidak menikmati air bersih dan 1
m lagi harus hidup dengan hanya beberapa tetes air per harinya. Di samping itu
masih ada 1,7 m manusia lainnya hidup tanpa sanitasi. Antara tahun 1970-1988,
jumlah rumah tangga di Dunia Ketiga yang tidak dilengkapi dengan sarana
sanitasi telah melonjak sampai 247% dan keluarga yang tidak dilengkapi dengan
air bersih meningkat 56% dari total penghuni perkotaan di dunia harus hidup tanpa
air bersih dan fasilitas sanitasi. Mereka terpaksa meminum air dari danau atau
sungai yang semakin tidak memenuhi syarat kesehatan karena tercemar.
Biaya kesehatan dan ekonomi menjaga salah satu
hambatan besar dalam upaya perbaikan standar hidup, khususnya bagi masyarakat
miskin. Berjangkitnya penyakit dan epidemic berkaitan erat dengan ketersediaan
air bersih dan kemampuan masyarakat tersebut dalam membatasi sumber-sumber
penyakit itu sendiri. Penyediaan air bersih dan sanitasi dapat menurunkan
tingkat kematian.
Aneka biaya ekonomi yang sangat besar akibat lenyapnya
sebagian produktivitas dan biaya pengobatan bisa menyurutkan upaya pembangunan
ekonomi. Orang miskin tidak dapat menyekolahkan anaknya dan tidak bisa
meningkatkan produktivitas kerjanya sehingga mereka tidak bisa diharapkan
memberi sumbangan yang berarti bagi kemajuan ekonomi. Jika penyediaan air
bersih dan sanitasi diperbaiki, sumber-sumber penyakit akan jauh berkurang
sehingga dana yang ada bisa digunakan untuk hal-hal lain yang akan lebih
produktif.
Status ilegal atas pemukiman yang dimiliki oleh
masyarakat miskin / “pemukiman liar” menidakmungkinkan kehadiran jasa-jasa
pelayanan pemerintah, sementara swasta merasa terlalu riskan untuk masuk ke
situ. Akibatnya, penduduk miskin di pemukiman-pemukiman tersebut terpaksa
membeli air minum yang elah terkontaminasi, itu pun dengan harga sepuluh kali
lipat lebih mahal daripada air PAM. Ironisnya, pengeluaran untuk membeli air
minum itu masih harus ditambah lagi dengan biaya merebusnya dengan lebih lama
karena kualitas air yang lebih rendah. Di Jakarta sekitar $ 50 juta habis per
tahun hanya untuk biaya merebus air. Total belanja untuk air bisa diturunkan
jika semua masyarakat bisa mendapat air bersih dari pemerintah atau perusahaan
swasta.
Para pengamat mengatakan bahwa biaya-biaya pencegahan
kerusakan sumber air (upaya preventif) itu sebenarnya jauh lebih murah daripada
biaya rehabilitasi sumber-sumber pendapatan, sumber daya, dan sarana-sarana
infrastruktur yang rusak akibat keterlambatan usaha preventif tersebut.
Sehingga usaha-usaha untuk menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan demi
berlangsungnya perbaikan kondisi hidup perkotaan (khususnya air bersih dan
sanitasi) harus segera dilaksanakan.
Hampir semua pihak menyadari bahwa tindakan-tindakan
yang sudah dilakukan dalam rangka menanggulangi dampak-dampak negatif kerusakan
lingkungan hidup belum memadai.Penyediaan fasilitas kesehatan,pendidikan dan
jasa penunjang kehidupan sehari-hari seperti sanitasi dan air bersih juga masih
memadai.Menurut suatu sumber,sekedar untuk mempertahan kondisi yang ada pada
saat ini saja,pembelanjaan untuk program-program itu harus dilipatgandakan
dalam waktu beberapa tahun mendatang.Namun,yang tidak kalah pentingnya,struktur
dasar dari sebagian program yang sudah ada itu sebenarnya bersifat anti
kemajuan.Dewasa ini sedikit sekali anggaran dana yang digunakan untuk
penyediaan berbagai bentuk pelayanan sosial yang benar-benar mengakar kepada
kepentingan masyarakat luas.Setiap tahunnya,sekitar US$ 10 miliar atau sekitar
0.5 persen dari total GDP negaa-negara berkembang,dihabiskan untuk membiayai
penyediaan sanitasi dan air bersih.80% diantarannya digunakan untuk membiayai
program-program yang kurang efisien dan hanya 20 % yang efektif,yakni dengan
biaya US$30 per kapita.Pola serupa juga dapat ditemui pada sektor
anggaran kesehatan.Berarti program-program bantuan dan pelayanan sosial hanya
menjangkau kelompok-kelompok tertentu saja.Sedangkan mayoritas penduduk miskin
yang lebih membutuhkannya justru terabaikan.Situasinya nampak makin ironis jika
kita ingat bahwa penduduk miskin itulah yang paling banyak terkena dampak
negatif akibat kerusakan lingkungan.
Guna memenuhi berbagai target pembenahan di tengah
kelangkaan sumber finansial,pemerintah harus mampu dan mau melaksanakan
sejumlah perubahan radikal terhadap pola pengelolaan sumber-sumber daya langka
yang tersedia.Bila sumber daya yang langka tersebut disajikan kepada para
penerima dengan tarif yang sesungguhnya (misalnya pada kasus penyediaan air
PAM),maka berbagai macam kelangkaan artifisial negatif lainnya
bermunculan.Sebagai contoh,pada negara-negara berkembang,harga yang dibayarkan
untuk air PAM hanya meliputi 35 persen dari total biaya pengadaannya.Karena
kapasitas terpasang PAM sangat terbatas,maka subsidi pemerintah tersebut pada
akhirnya justru jatuh ke orang yang berpenghasilan tinggi.Kelompok penduduk
miskin yang sebenarnya lebih membutuhkan akhirnya justru terpaksa
membeli air pada para penjaja yang harganya sepuluh kali lipat.Bahkan banyak
pemerintahan negara-negara berkembang menyediakan air PAM itu secara
cuma-cuma,termasuk di daerah yang sumber airnya sangat terbatas.Niat baik ini
justru mengakibatkan pemborosan sumber-sumber daya yang sangat berharga
tersebut.Biaya pengadaan air untuk irigasi juga demikian.Ironisnya,sementara 2
miliar manusia kekurangan air tiap tahunnya,bahkan di beberapa tempat terjadi
kelebihan air.
Pola permasalahan serupa juga dapat dilihat dari penyediaan
energi serta input-input pertanian.Harga rata-rata yang dibayarkan oleh para
konsumen untuk listrik di berbagai negara kurang dari separuh
pengadaannya.Selebihnya pemerintah yang menanggungnya.Sebagian besar konsumen
itu,lagi – lagi adalah yang berpenghasilan tinggi.Selain itu,pencurian
sambungan listrik masih sulit diberantas.
Pengaturan harga yang lebih baik serta serangkaian
upaya peningkatan efisiensi mutlak dilakukan demi memperbaiki alokasi
sumber-sumber daya dan menghemat devisa ynag semula digunakan untuk mengimpor
energi.Kebijakan subsidi pupuk dan pestisida yng biasanya hanya menguntugkan
petani-petani besar selain memboroskan dana anggaran pemerintah juga cenderung
mempromosikan pertanian monokultur yang mengikis kesuburan tanah dan
menyisihkan digunakannya metode-metode pertanian yang berkelanjutan seperti
manajemen pengendalian hama secara integratif.
Faktor berikutnya yang memerlukan pertimbangan lebih
masak dalam penyusunan rencana kebijakan lingkungan adalah peranan penting yang
dimainkan kaum wanita dalam manajemen sumber daya.Sehubungan dengan peran-peran
penting yang mereka lakukan sebagai pengelola sumber-sumber air dan bahan
bakar,produsen pertanian khususnya bahan pangan dan pelindung kesehatan
keluarga,maka pada dasarnya kaum wanita lah yang mengendalikan atau menentukan
nasib sejumlah besar sumber daya ini.Sayangnya peran mereka yang sedemikian
pentng dan luas sering sekali tidak mendapatkan perhatian dan cenderung
diabaikan.Kondisi dan peluang untuk maju yang sangat timpang tersebut selamanya
tidak akan berubah,kecuali seandainya kaum wanita memang dimungkinkn dan
dibantu untuk itu.
Meskipun prediksi prediksi Malthus yang meramalkan
akan terjadinya kerusakan lingkungan hidup akan total tidak akan terjadi pada
kenyataannya.Namun kita belum bisa menarik nafas lega,karena pada kenyaataannya
baru-baru ini dikemukakan bahwa daya dukung bumi bagi kelangsungan hidup
manusia kini terancam.Banyak aspek-aspek ekosistem telah rusak dan
regenerasinya kini terbatas.Terjadinya penipisan lapisan ozon (ozone
depletion) dan terus berlangsungya pemanasan global (global
warming) yang mengisyaratkan bahwa iklim global telah berada dalam
bahaya.
Perubahan pola penggunaan tanah di banyak negara
berkembang itu sendiri lah yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (greenhouse
gases).Diperkirakan proses penggundulan hutan bertanggung jawab atas 25
persen dari total kenaikan emisi CO2 di seluruh
dunia.Penggundulan hutan pada dasarnya merupakan pengikisan sumber oksigen
terbesar di dunia.
Sebagian besar hutan hujan di dunia ini sudah
terkikis.Sekitar 60 persennya telah di babat untuk membuka lahan baru oleh para
petani kecil.Setiap tahun 4,5 juta hektar gutan hanya untuk ditebang dan
dibakar sementara untuk membuka ladang baru.Sembilan puluh persen diantaranya
ulahan yang tidak begitu subur,dan hanya dimanfaatkan beberapa musim panen
saja.Setelah tidak ditanami lahan-lahan tersebut dibiarkan begitu saja hingga
kemudian dipenuhi oleh alang-lang dan kemudian disewakan sekedar untuk tempat
menggembalakan ternak.Pihak pemerintah sendiri pun,kadang-kadang turut
memperburuk masalah dengan menyediakan subsidi.Jika pada akhirnya rumput
ilalang pada lahan tersebut habis,maka petani-petani tersebut akan merambah
hutan lagi dan membuka lahan baru.Sejak beberapa saat yang lalu pemerintah
negara Dunia Ketiga (negara-negara di Asia,Afrika dan Amerika Latin) telah
menjalankan program penghijauan yang sering kali ditunjang oleh bantuan
finansial dari bank-bank pembangunan internasional.Sebuah kajian yang dilakukan
oleh Bank Dunia untuk mengevaluasi program bantuannya sendiri untuk melakukan
penghijauan tersebut sangatlah mahal.Rata-rata rumah tangga peladang
menghabiskan US$10.000 dan itu pun tidak akan menjamin bahwa perilaku untuk
tidak merusak lingkungan berhenti secara permanen.
Karena biaya politik dan ekonomi atas upaya
pelestarian hutan seringkali tidak nampak jelas atau bahkan ambivalen,maka
upaya tersebut kelihataannya bisa dilakukan tanpa memakan banyak biaya.Pada
kenyataanya karena peran hutan hujan tropis yang begitu penting,dalam
menjalankan perekonomian domestik negara-negara berkembang,biaya pelestarian
hutan itu sebenarnya sangat tinggi (apalagi jika diperhitungkan biaya
oportunitasnya).Biaya oportunitas yang muncul dari dari upaya pelestarian hutan
hujan selain sangat besar nilainya juga bervariasi bentuknya yakni mulai dari
hilangnya salah satu sumber terpenting bahan bakar domestik,berkurangnya sumber
pendapatan devisa dari ekspor kayu dan produk-produk hutan lainnya serta
hilangnya solusi yang cukup efektif dalam masalah kelangkaan lahan garapan dan
tekanan-tekanan populasi.
Beberapa langkah nyata yang harus segera dilakukan
dalam rangka melestarikan hutan hujan.Negara-negara Dunia Ketiga perlu
meningkatkan efisiensi pemanfaatan ekonomi hutan hujan melalui penyempurnaan
pengelolaannya.Pemerintah juga harus berusaha mencari berbagai macam produk
alternatif dari hutan yang bsa menghasilkan secara teruss-menerus tanpa perlu
merusak hutan.Masyarakat Internasional harus berusaha membantu upaya-upaya
tersebut.Banyak cara yang bisa dilakukan oleh negara-negara maju dalam rangka
membantu negara-negara berkembang dalam rangka menyelamatkan hutan antara
lain,adalah pengurangan hambatan-hambatan perdagangan terhadap produk-produk
alternatif yang disebutkan diatas,penyediaaan bantuan finansial tambahan agar
negara-negara berkembang tersebut lepas dari metode-metode produksi yang tidak
berlanjut.Masyarakat dunia khususnya melalui lembaga-lembaga internasional
perlu membentuk dana khusus bagi keperluan reservasi dan pemeliharaan hutan
hujan tropis.
Di banyak negara Dunia Ketiga yang utang luar
negerinya sedemikian besarnya tentu saja pihak pemerintah sulit untuk
menyelengggarakan program pelestarian hutan.Karena hampir semua perhatiannya
tertuju pada upaya-upaya untuk membayar utang.Penurunan tingkat fertilitas di
sejumlah negara hanya berlangsung sesaat karena begitu dana anggaran untuk
keluarga berencana dan kesehatan umum dikurangi,fertilitas mulai merayap naik
lagi.Pemotongan sektor-sektor anggaran tersebut dikarenakan untuk disisihkan
demi membayar utang ke luar negeri.Penanggulangan kemiskinan terabaikan dan
tekanan ppulasi dan praktek pemanfaatan lingkungan yang cenderung merusak
lingkungan pun terus berlanjut pula.Kerja keras negara berkembang yang ingin
membayar kembali utang-utangnya pun justru menurunkan kepercayaan kreditor
untuk memberi pinjaman baru.
Kebijakan-kebijakan stabilisasi dan program
penyesuaian perekonomian secara struktural dilakukan oleh negara-negara
pengutang atas saran IMF dan Bank Dunia yang mengharuskan dikuranginya dana
anggaran untuk berbagai bantuan pelayanan sosial secara besar-besaran.Dalam
beberapa tahun terakhir ini sejunlah lembaga pemberi bantuan internasional
telah membentuk divisi khusus lingkungan hidup yang bertujuan untuk
mempromosikan penyediaaan pinjaman khusus untuk upaya-upaya pelestarian
lingkungan.
No comments:
Post a Comment