I. Kata Asing dan Kata Serapan
Dalam proses perkembangan bahasa manapun selalu terjadi “ peminjaman “ dan penyerapan unsur – unsur bahasa asing. Hal ini terjadi akibat adanya hubungan antar bangsa dan kemajuan teknologi, terutama di bidang transportasi dan komunikasi.
Yang dimaksud kata asing disini ialah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa Indonesia. Cotohnya kata- kata seperti option dan stem. Sedangkan kata – kata atau unsur-unsur serapan ialah unsur-unsur bahasa asing yang telah disesuaikan dengan wujud/ struktur bahasa Indonesia. Kata – kata semacam ini dalam proses morfologi diperlakukan sebagai kata asli. Banyak diantara kata-kata serapan ini yang sudah tidak terasa lagi keasingannya. Kata – kata seperti pelopor, dongkrak, sakelar, dan sebangainya adalah contoh-contoh kata semscsm itu.
Bacalah kutipan berikut!
Tetapi moral dari dongeng ini belumlah diceritakan. Moral disini ialah bahwa pertam pertama yang pengamat, penemu yang tajam, pertapa kedua yang penuh pikir, dan penonton yang mejadi hakim tidaklah mewakili individu yang berbeda melainkan empat kaidah mental yang terdapat dalam satu individu yang terlatih dalam ilmu (W.M. Davis dalam Jujun S. Suriasumantri, 1981 : 63 )
Kata – kata yang ditulis miring pada kutipan diatas merupakan contoh unsur serapan. Sebagian sudah tidak terasa keasingannya dan sudah menjadi kata bendaharaan kata popular.
Unsur-unsur kata serapan itu lebih-lebih kata asing harus digunakan secara berhati-hati. Makna dan cara penulisannya harus difahami benar. Kita sering mendengar atau membaca kata-kata semacam itu yang sering digunakan secara tidak tepat.
Contoh :
Favorit, hobi, praktis, logis, asosiasi, ekonomis.
Tidak tepat : Saya hobi membaca novel.
Seharusnya : Hobi saya membaca novel.
II. Kata-kata Baru
Bahasa berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu dan bidang kehidupan lainnya. Demikian pula bahasa Indonesia. Akhir-akhir ini banyak sekali kata-kata baru yang dikemukakan berbagai pihak. Sebagian diantarannya telah diterima masyarakat..
Contoh :
a. Canggih
b. Rambang, acak
c. Kendala
d. Lahan
e. Sangkil
f. Dll.
Kita dapat menggunakan kata-kata seperti asal kita tahu dengan tepat makna dan pemakainnya. Jika kata itu sudah dibakukan kita dapat menggunakannya tanpa tanda khusus; tetapi jika kat itu belum dibakukan atau belum dikenal secara luas kita perlu menggaris bawahi dan memberikan padanannya dalam bahasa asing atau dalam bahasa Indonesia.
Contoh : Berhari – hari ia memikirkan rancangan bangun ‘out line ‘ karangannya.
III. Makna Kata dalam Kalimat
Setiap kata mempunyai konteks. Artinya kata-kata itu dipergunakan dalam hubungan yang lebih luas, misalnya dalam kalimat, paragraf, atau karangan. Dalam bahasa tutur memang kita kerap kali menjumpai pemakian kata yang seakan-akan tidak mepunyai konteks. Misalnya seseorang tiba-tiba mengatakan, “ hujan !” ; kata hujan itu sebenarnya diucapkan dalam suatu konteks yang tidak dinyatakan karena sudah dipahami. Di sini konteksnya adalah situasi.
Makna kata pada dasarnya bergantung kepada konteks yang mencakup baik situasi fisik maupun verbal pada waktu dan tempat suatu kata digunakan. Karena segala sesuatu selalu berubah dalam kaitan waktu dan tempat, maka tak ada kata yang diucapkan atau digunakan dengan makna yang tepat sama.
Konteks fisik suatu kata adalah latar ‘setting ‘ geografis dan sejarah pada waktu suatu kata dituliskan atau diucapkan ( dalam proses encoding ) dan dibaca atau didengar ( dalam proses decoding ). Kata gerombolan pada tahun lima puluh dan enam puluhan selalu dihubungkan dengan kejahatan ( gerombolan senjat , pengacau ). Nama D.N. Aidit bagi bangsa Indonesia akan mengingatkan pada peristiwa G 30 S PKI, sedangkan nama Wasterling akan mengingatkan kita pada pembunuhan besar-besaran di Sulawesi dan sekaligus kepada nama pahlawan Wolter Monginsidi.
Makna kata baru jelas bila dipergunakan dalam kalimat, dalam konteks verbalnya. Yang dimaksud dengan konteks verbal ialah hubungan suatu kata dengan kata-kat yang mendahului dan mengikutinya. Konteks verbal ini kerap kali menolong kita menerka makna kata yang belum kita kenal dalam suatu kalimat.
Contoh :
Dalam merencanakan suatu pengajaran perlu didefinisikan juga kendala-kendala yang mungkin dihadapi serta dipikirkan beberapa cara untuk mengatasinya.
Arti kata-kata yang digaris bawahi itu dengan mudah dapat diterka. Didalam menulis kita harus berhati-hati memilih kata-kata yang bersinonim, sebab ada kalanya kata-kat itu mempunyai perbedaan arti yang besar jika digunakan dalam konteks tertentu. Kata-kata itu harus dipergunakan sesuai dengan kelompoknya dalam kalimat. Hal ini berhubungan dengan kelaziman yang berlaku dalam pemakaian suatu bahasa. Kata-kata cepat, laju, lekas, segera, dipergunakan dalam kelompok berbeda. Juga kat-kata makkro, besar, raya, agung.
Contoh :
1. Mereka pergi ke Surabaya dengan kereta cepat.
2. Dengan laju pertambahan penduduk sebesar 3,2% penduduk Indonesia pada tahun 2000 akan berjumlah 250 juta.
Selanjutnya suatu kata akan memiliki makna yang berbeda bila digunakan dalam konteks yang berbeda.
Contoh :
1. Merka mengikuti perlombaan jalan cepat ( Menunjukkan gerak ).
2. Kursus cepat lebih disukai orang di daerah itu daripada kursus jangka panjang (menunjukkan waktu ).
IV. Kelangsungan kata
Dalam menulis harus diusahakan untuk mempergunakan kata-kata yang langsung dan sehemat mungkin. Misalnya, kita menggunakan kata mujarab untuk pengertian yang cepat menyembuhkan (obat), canggih untuk menuntut banyak persyaratan, dan sebagainya.
V. Kesesuaian dalam Pemilihan Kata
Kata-kata yang dipergunakan harus sesuai dengan kesempatan atau situasi yang akan kita masuki dengan tulisan itu. Maksudnya, dalam kesempatan apa kita menyampaikan tulisan itu. Apakah kita menulis untuk suatu kesempatan formal, seperti ceramah ilmiah, atau untuk mengabarkan keadaan kepada orang tua yang tinngal di kota lain. Disamping itu, kita jua harus memperhatikan keadaan masyarakat sasaran tulisan: golongan lapisannya, pendidikkannya, umurnya, dan sebagainya. Kata-kata dalam tulisan yang ditujukan kepada masyarakat umum, berbeda dengan kata-kata dalam tulisan yang ditujukan kepada kelompok tertentu: guru,, ilmuan, petani yang sebagian besar buta huruf, mahasiswa, siswa SD, dan sebagainya.
Agar dapat memenuhi persyaratan kesesuaian dalam memilih kata-kata, perlu diperhatiakan juga hal-hal berikut.
1. Nilai-nilai Sosial
Dalam memilih kata-kata yang akan dipergunakan harus diperhatikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat pembaca. Hal ini terutama berhubungan erat dengan nilai sosial kita. Harus diperhatikan apakah dikalangan masyarakat sasaran tulisan itu ada kata tabu,atau kata-kata yang mempunyai konotasi lain yang mungkin akan menyinggung rasa sopan santun atau kepercayaan mereka.
Contoh:
* Isteri - bini
* Wanita - perempuan
Kata-kata yang digunakan pada konteks yang berbeda. Meskipun isteri dan bini mempunyai makna denotatif yang sama,dalam pemakaian kedua kata itu sering kali tidak dapat saling menggantikan
Contoh:
Isteri menteri tidak lazim diganti dengan bini menteri.Tetapi kita sering menemukan bini Bang Amat diganti isteri Bang Amat.
Nilai kata yang diberikan masyarakat memberikan arti konotatif suatu kata.Sehubungan dengan nilai sosial kata perlu diperhatikan kata-kata yang secara umum bernilai biasa atau positif,sedangkan didaerah lain bernilai negatif bahkan berupa kata tabu
2. Kata-kata Baku dan Nonbaku
Ragam bahasa baku (standar) ialah ragam bahasa yang dipergunakan kelas terpelajar di dalam masyarakat.Ragam bahasa baku dapat dikenali dari kata-kata maupun struktur kalimat yang digunakan.Kata-kata baku dan nonbaku dapat dikenal dari pilihan,ejaan, atau bentuknya.
Contoh:
Baku Nonbaku
* Kaidah - kaedah (ejaan)
* Tidak - enggak (pilihan)
* memikirkan - mikirin (bentuk)
Ragam baku dipergunakan di dalam tulisan-tulisan formal: peraturan pemerintah, undang-undang, surat dinas, buku teks, majalah berkala resmi, berbagai makalah ilmiah, dan sebagainya. Ragam inilah yang harus lebih kita perhatikan,karena ragam tulisan yang kita pelajari adalah ragam tulisan formal.
3. Sasaran Tulisan
Setiap tulisan ada sasarannya, yaitu kelompok masyarakat kepada tulisan itu ditujukan. Sasaran tulisan akan menentukan ragam bahasa, kalimat, serta kata-kata yang digunakan. Contohnya, tulisan yang sasarannya adalah masyarakat umum, terutama menggunakan kata-kata populer dan gaya penyampaian populer pula.
Dalam sasaran tulisan, harus digunakan kata-kata serta gaya bahasa dan bentuk kalimat yang sesuai. Sehingga kita harus tahu bagaimana sifat sasaran tulisan kita: latar belakang pendidikan, umur, profesi dan sebagainya.
VI. DEFINISI
1. Pengertian Definisi
Salah satu persyaratan dalam penulisan karangan ilmiah ialah pemakaian kata-kata secara konsisten, baik mengenai bentuk maupun maknanya. Untuk menjaga konsistensi tersebut, kita perlu menetapkan arti kata atau istilah yang kita pergunakan. Menetapkan arti kata berarti membatasi pemakaian kata itu. Arti yang sudah ditetapkan itu disebut batasan kata yang disebut definisi. Definisi yang baik akan menunjukkan batasan-batasan pengertian suatu kata secara tepat dan jelas.
Karena yang didefinisikan adalah konsep/ kata, maka perlu dipahami terlebih dahulu pengertian konsep dan kata. Konsep adalah pengertian yang disimpulkan secara umum (abstraksi) dengan mengganti persamaan yang terdapat di antara sejumlah gejala. Sedangkan, kata adalah unsur bahasa yang melambangkan suatu objek atau konsep. Jadi mendefinisikan suatu kata berarti membatasi objek atau konsep yang dilambangkan oleh kata tersebut.
Berdasarkan sumbernya, definisi dapat dikelompokkan sebagai definisi umum, ilmiah dan personal. Definisi umum mencakup definisi nominal dan definisi formal; sedangkan definisi personal yaitu definisi yang disusun sesuai dengan pendapat pribadi penulis. Dari pengertian ini definisi operasional dapat dikelompokkan sebagai definisi personal. Menurut unsur pembentukannya, definisi ada yang berbentuk satu kata, satu kalimat, dan satu paragraf atau lebih.
Selanjutnya, menurut isinya suatu definisi dapat berupa definisi sinonim/ antonim, definisi negatif, definisi dengan contoh, definisi dengan proses, definisi dengan kontras/ perbandingan, definisi dengan klasifikasi dan diferensiasi.
Sebelum kita membicarakan macam-macam definisi kiranya perlu dikemukakan struktur definisi pada umumnya. Suatu definisi selalu terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang didefinisikan yang disebut definiendum dan bagian yang mendefinisikan yang disebut definiens.
Contoh: Bahasa ialah alat komunikasi – yang terdiri dari lambang-lambang bunyi.
I II
Bagian I merupakan definiendum, sedangkan bagian II merupakan definiens.
2. Jenis Definisi
2.1. Definisi Nominal
Definisi nominal adalah definisi yang definiensnya merupakan:
· sinonim atau padanan definiendum
Contoh: Yang dimaksud dengan tenaga ialah kekuatan.
· terjemahan dalam bahasa lain
Contoh: Ikan ialah yang didalam bahasa Inggris disebut fish.
· asal katanya (etimologi)
Contoh: Kata demokrasi diturunkan dari kata demos dan kratein.
2.2. Definisi Formal
Definisi formal atau definisi logis merupakan definisi klasifikasi dan deferensiasi. Di dalam definisi ini definiendum dikeluarkan dari genus (kelas) dan spesiesnya. Definisi formal merupakan suatu kalimmat pernyataan yang terdiri dari dua ruas, yaitu ruas definiendum dan ruas definiens. Menurut peraturan kedua ruas itu harus dapat dipertukarkan tempatnya tanpa mengubah arti.
Contoh: Mahasiswa = pelajar di perguruan tinggi, dapat diubah menjadi: Pelajar diperguruan tinggi = mahasiswa
Benda-benda dan gagasan-gagasan dapat dikelompokkan secara sistematik. Kalau pengelompokkan ini didasarkan atas hubungan ke atas- ke bawah, maka kita akan memperoleh kelas-kelas atasan dan kelas-kelas bawahan. Kelas atasan disebut genus dan kelas bawahan adalah spesies. Kalau spesies ini mempunyai kelas bawahan lagi disebut subspesies. Kedudukan genus dan spesies itu relatif sifatnya. Dengan demikian, spesies dapat menjadi genus dan subspesies dapat menjadi spesies. Bagan berikut menjelaskkan perubahan kedudukan suatu kelas dalam hubungnnya dengan kelas yang lain.
Makhluk hidup (Genus)
Tumbuh-tumbuhan manusia binatang (spesies)
bangsa-bangsa Eropa bangsa-bangsa Asia bangsa-bangsa Afrika (subspesies)
Kedudukan itu akan berubah jika pengelompokan itu dimulai dari manusia .
Manusia (Genus)
bangsa-bangsa Eropa bangsa-bangsa Asia bangsa-bangsa Afrika (spesies)
Kelas yang luas sekali denotasinya sehingga tidak mungkin merupakan spesies, disebut genus tertinggi (sumun genus), sedangkan kelas yang sangat kecil denotasinya sehingga tidak mungkin menjadi genus, disebut spesies terendah (infima spesies).
2.3. Definisi Operasional
Definisi operasional menunjukkan kepada kita apa yang harus kita lakukan dan bagaimana melakukannya. Apa yang akan diukur dan bagaimana mengukurnya. Definisi ini kita perlukan terutam jika kita mengadakan penelitian sehubungan dengan hal-hal yang tidak dapat dinikmati atau diukur secara langsung seperti hasil belajar, kemampuan menalar, dan intelegensi.
Sebagai contoh, kita ingin mengetahui apakah ada hubungan antara taraf pendidikan orang tua dengan kemampuan berbahasa anak di bawah lima tahun. Kita dapat saja membatasi kemampuan berbahasa itu sebagai jenis dan jumlah pola kalimat yang sudah dikuasai atau jenis dan jumlah kosa kata yang sudah dimiliki atau juga kedua-duanya. Hal ini bergantung kepada teori, pengetahuan, serta pengalaman kata kita, dan akhirnya kita sendiri yang menentukan apa definisi yang sesuai menurut pendapat dan kondisi sendiri.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa definisi operasional lebih bersifat personal, bukan definisi formal dan bukan pula menurut kamus.
2.4. Definisi Luas
Definisi ini merupakan uraian panjang lebar; mungkin satu paragraf, satu bab, atau bahkan meliputi seluruh karangan. Definisi ini kita perlukan jika kita berhadapan dengan suatu konsep yang rumit, yang tidak mungkin dijelaskan dengan kalimat pendek.
Konsep ”ketahanan nasional” misalnya, tidak akan jelas jika hanya didefinisikan sebagai ”kemampuan dinamik suatu bangsa yang dapat dihimpun menjadi kekuatan nasional untuk mengatasi tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar”. Karena itu, konsep tersebut diberi definisi luas. Dari definisi itu kita dapat mengetahui perkembangan konsep itu, unsur-unsurnya, pengembangan di dalam semua aspek kehidupan bangsa dan seterusnya.
2.5. Beberapa Jenis Definisi Lain
2.5.1. Definisi dengan Pengingkaran (Negasi)
Definisi dengan pengingkaran mungkin disajikan dalam bentuk paragraf (seperti definisi luas, atau mungkin juga hanya terdiri atas satu kalimat).
Contoh:
Yang dimaksud dengan guru di sini bukanlah guru yang hanya memberikan informasi dengan ceramah lalu memberikan ulangan, melainkan guru sebagai organisator, fasilitator, agen pembaharuan dan pengganti orang tua....
Namun, bentuk pengingkaran saja tidak dapat membatasi pengertian dengan baik sehingga definisi pengingkaran perlu dijelaskan lebih lanjut.
2.5.2. Definisi dengan Pertentangan / kontras
Kadang-kadang untuk menjelaskan suatu istilah ynag sulit, kita dapat mempertentangkannya dengan yang lain.
Contoh:
Untuk memahami desain ex-post facto sebaiknya anda mengetahui dulu apa bedanya dengan desain eksperimental. Di dalam desain eksperimental hubungan kausal antara variabel yang diteliti dipelajari melalui suatu perlakuan; ada variabel yang dimanipulasikan. Dalam ex-post facto hubungan kausal dipelajari - dilacak kembali - tanpa melakukan manipulasi variabel....
2.5.3. Definisi dengan Contoh
Dalam hal ini suatu istilah atau konsep dijelaskan dan dibatasi maknanya dengan sejumlah contoh.
Contoh:
Yang dimaksud dengan variabel assigned ialah variabel yang serupa dengan ras, golongan darah, jenis kelamin, warna kulit, umur, dan sebagainya. Variabel semacam itu tidak dapat dimanipulasikan.
3. Penyusunan Definisi
3.1. Definisi Nominal
Diatas telah dibahas bahwa definiens pada definisi nominal merupakan kata lain (padanan atau terjemahan) definiendum. Jelasnya, definisi nominal dibentuk dengan cara sebagai berikut:
a. Dengan memberikan asal kata (etimologi) definiendum. Misalnya, ”antroologi’ berasal dari kata Latin anthropos yang berarti ’manusia’ dan logos yang berarti ’ilmu’.
b. Dengan memberikan padanan atau sinonim definiendum. Misalnya, ”Motivasi intrinsik ialah dorongan yang datang dari dalam”.
c. Dengan memberikan kata poopuler yang dikenal oleh khalayak ramai untuk definiendum yang berupa kata kajian. Contohnya, ”Cocos nucifera LINN ialah yang lazim dikenal sebagai pohon kelapa”
d. Dengan memberikan terjemahan dalam bahasa lain. Misalnya, ”Kesenjangan ialah gap”.
3.2. Definisi Formal
Definisi Formal disusun per genus et differentia. Kata atau konsep yang akan didefinisikan (definiendum) diklasifikasikan ke dalam genusnya (proses klasifikasi), kemudian ditunjukkan ciri-ciri pembeda (diferensia) yang ada pada definiendum (proses diferensiasi).
Agar kita dapat membuat definisi formal dengan baik, perlu kita perhatikan hal-hal berikut:
a. Definiendum dan definiens harus bersifat konterminus, artinya harus saling menutup (tumpang tindih). Dengan demikian, definiens harus sama luasnya dengan definiendum; tidak boleh terlalu luas atau terlalu sempit untuk definiendum.
b. Definiens tidak boleh merupakan sinonim/padanan kata, terjemahan, bentuk populer, asal-usul (etimologi) kata, atau mengulangi definiendum.
c. Definiens harus dinyatakan dengan kata-kata yang jelas, tidak boleh berbentuk kiasan seperti pada ”penderiataan adalah neraka dunia”.
d. Definiendum dan definiens harus konvertibel, arrtinya dapat dipertukarkan tempatnya. Dengan demikian definiendum dan definiens harus sama/ identik.
e. Suatu definisi harus pararel, artinya tidak boleh menggunakan kata-kata seperti di mana, bila, jika, kalau, dan sebagainya. Kata-kata seperti itu tidak menyatakan apa arti definiendum, melainkan hanya menunjukkan persyaratan.
f. Tidak boleh dinyatakan dalam bentuk negatif.
g. Deferensia pada definiens harus diperlukan dan mencukupi.
3.3 Definisi Operasional
Definisi operacional terutamadiperlukan dalam menyusun rencana penelitian. Definisi ini menunjukkan apa yang akan dilakukan untuk mengukur suatu konsep sehubungan dengan masalah penelitian. Karena itu, definiens di dalam definisi operasional selalu merupakan sesuatu (seperti benda-benda atau peristiwa-peristiwa) yang dapat diamati.
3.4. Definisi Luas
Definisi luas sekurang-kurangnya terdiri dari satu paragraf atau alinea. Yang harus diperhatikan ialah bahwa definisi itu harus memberikan penjelasan yang memadai tentang konsep atau kata yang didefinisikan. Jadi, kalimat yang dipergunakan harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata kiasan atau kata-kata yang dapat ditafsirkan dengan arti lain. Disamping itu yang perlu diperhatikan dalam membuat definisi adalah bahwa klasifikasi yang dilakukan betul-betul jelas bagi pembaca.
VII. STUDI KASUS
Dalam dunia Broadcasting: tidak ada seorangpun yang mampu dengan jelas mendengar sebuah kalimat yang terdiri lebih dari 20 kata. Jadi, naskah siaran & berita yang kita buat harus ringkas dan ramping. Sebelum menulis kita memikirkan gagasan atau ide secara utuh. Teknisnya, mulailah dengan membuat catatan ide, ketahui & pahami cerita dan peristiwanya, pikirkan, katakan dan tuliskan.
Pada saat memikirkan ide tulisan, kita dapat membayangkan seperti akan bercerita kepada seseorang yang kita kenal yang sedang berada di hadapan kita. Sampaikanlah sesuatu yang akan kita ceritakan, dan tuliskan sama seperti kita bercerita.
Pada saat memikirkan ide tulisan, kita dapat membayangkan seperti akan bercerita kepada seseorang yang kita kenal yang sedang berada di hadapan kita. Sampaikanlah sesuatu yang akan kita ceritakan, dan tuliskan sama seperti kita bercerita.
”Ringkaslah kalimat yang akan disampaikan, jangan boros kata-kata”
• Bukan: Menteri keuangan menyatakan akibat dari langkah tersebut ialah akan meningkatnya kondisi keuangan sektor swasta & memberikan peningkatan terhadap kepercayaan bisnis & masyarakat secara umum
• Bukan: Menteri keuangan menyatakan akibat dari langkah tersebut ialah akan meningkatnya kondisi keuangan sektor swasta & memberikan peningkatan terhadap kepercayaan bisnis & masyarakat secara umum
• Tetapi: Menteri keuangan mengatakan, langkah-langkah itu akan membantu keuangan sektor swasta
”Hindari pengulangan kata yang tidak perlu”
• contoh: rencana yang akan datang, alasannya karena, ramai berbondong-bondong, maju ke depan, mundur ke belakang, peristiwa lalu yang telah dilewati dan sebagainya.
• contoh: rencana yang akan datang, alasannya karena, ramai berbondong-bondong, maju ke depan, mundur ke belakang, peristiwa lalu yang telah dilewati dan sebagainya.
”Hindari penggunaan anak kalimat. Bahasa radio adalah bahasa tutur sehari-hari. Dalam berbicara, kita jarang menggunakan anak kalimat. Jika menemukan anak kalimat, pecahlah menjadi beberapa kalimat. Semakin sederhana struktur kalimat, akan semakin baik”.
• Bukan: Rumania yang gaungnya mulai tenggelam sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, siap mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
• Bukan: Rumania yang gaungnya mulai tenggelam sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, siap mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
• Tetapi: Sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, gaung Rumania seperti tenggelam. Namun, Rumania tetap bertekad mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
“Hindari mendahulukan kata kerja”
• Bukan: Menuntut presiden SBY membubarkan Ahmadiyah, demonstran dalam gelombang besar berunjuk rasa di depan Istana Negara.
• Bukan: Menuntut presiden SBY membubarkan Ahmadiyah, demonstran dalam gelombang besar berunjuk rasa di depan Istana Negara.
• Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
“Jgn menempatkan ‘kata kerja penting’ di akhir kal, karena pembaca berita biasanya menurunkan suaranya di akhir kalimat. Jika hal ini terjadi, makna kata kunci tadi akan hilang”.
• Bukan: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut Ahmadiyah dibubarkan.
• Bukan: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut Ahmadiyah dibubarkan.
• Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti,dkk. 1999. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga
http:// one.indoskripsi.com/node/12465
www.wkipedia.org
http://polisieyd.blogsome.com/2006/02/06/inilah_kata_kata_yang_sering_dihamburkan/
No comments:
Post a Comment