Dec 18, 2019

Ora Beach : Hidden Paradise nya Indonesia

Kali ini saya akan cerita pengalaman wisata ke Ora Beach. Dimana Ora Beach? Bagi sebagian traveler mungkin sudah familiar ya. Bagi yang belum tau, Ora Beach berada di Ambon, tepatnya Pulau Seram Utara Maluku. Pantai ini berada persis di di tepi hutan Taman Nasional Manusela.

Keinginan ke Ora Beach terbilang cukup dadakan. Seperti biasa saya cenderung memilih ikut trip. Awalnya saya ingin ikut open trip. Namun karena waktu sudah mendekati, open trip sudah full ditambah open trip kesana bisa dibilang tidak banyak. Akhirnya setelah searching di internet, instagram, dan fb, saya memutuskan ikut privat trip 3d2n. Setelah menemukan travel yang pas, saya menghubungi. Mereka menawarkan 3 pilihan, yaitu yang paling murah ambil penginapannya di desa seberang Eco Resort (Saleman,dkk), penginapan lebih mahal kombinasi di Eco Resort dan desa seberangnya, dan yang paling mahal full menginap di Ora Eco Resort. Pilihan tinggal disesuaikan dengan budget masing2. Kemarin saya ambil yang kombinasi, 1 malam menginap di Ora Eco Resort, dan 1 malam nya di Singkey Beach.

Karena trip dimulai pagi hari, saya sudah ambil penerbangan H-1 dan landing di Bandara Pattimura.
Hari pertama cukup saya lalui dengan mengunjungi mall yang dekat penginapan. Jangan berekspektasi seperti mall di kota besar ya. Menurut saya, mall nya masih seperti ITC tapi lebih bagus dikit lah. Satu mall yang agak bagus, saya lupa namanya namun letaknya agak jauh dari penginapan, lebih dekat ke Bandara.

Perjalanan dimulai dengan penjemputan oleh guide dari Penginapan di Kota Ambon. Perjalanan darat selama 1,5 jam ke Pelabuhan Hunimua. Kemudian dilanjut ke Pelabuhan Waipirit dengan menggunakan kapal ferry selama 1,5 jam. Jadwal penyeberangan ada setiap jam. Awalnya sudah dijadwalkan ikut kapal yang sudah dibooking vip nya, namun karena berangkatnya telat, akhirnya harus menunggu kapal pada jam berikutnya dan tidak kebagian kursi.  Setelah sampai di Pelabuhan Waipirit, perjalanan dilanjut menuju Desa Saleman dengan mobil selama 3 jam. Selama perjalanan, kita akan disuguhi pemandangan hutan yang asri di sisi kanan dan kiri jalan. Desa Saleman adalah batas kendaraan darat kalau via Pelabuhan Hunimua-Waipirit. 
Di Desa Saleman tersedia juga beberapa penginapan bagi yang ingin menekan budget seperti yang telah saya sebut sebelumnya. Dari Desa Saleman ini, kita tinggal menyeberang ke The Ora Eco Resort sekitar 10 menit dengan menggunakan kapal kecil.

Sesampainya di The Ora Eco esort, langsung keliling lihat kamar. Penginapan disini berupa cottage. Jadi wajar memang harganya mahal. Berapa harga 1 cottage? Waktu itu pilih tipe kamar di atas laut dengan harga 3,5jt/malam. Harga ini bervariasi tergantung pilihan tipe kamar dan waktu berlibur apakah peak season atau low season. Tipe kamar ada di atas laut, gantung, dan di darat. Tipe di darat adalah tipe yang paling murah. Harga dan ketersedian kamarnya bisa dilihat di internet atau bisa juga di Tra*****a. Bagaimana kira2 penampakan kamarnyaa? This is it
             
Maapkeun kenarsisan saya. Lupa foto kamarnya, hanya sempat video ig story. Jadi setelah masuk cottage yang mana hanya 1 kamar besar dengan toilet luas dan balkon tempat leyeh2, saya langsung keliling menikmati. Indah bukan? Sungguh leyeh2 berhari2 disini ga akan bosan.

Oh ya, fasilitas kamar ada tempat tidur, kamar mandi luas, toiletteries, balkon engkap dengan sofa leyeh2. Bagian depan penginapan terbuat dari kaca luas dan gorden.. Jadi jika ingin tidur atau bangun dengan view pantai, gorden tinggal dibiarkan terbuka saja. Selain fasilitas kamar, harga juga sudah include makan malam dan sarapan pagi ya guys. Setelah leyeh2 sore, pengen rasanya bercebur melihat birunya laut.

Sekitar jam setengah 8 pintu diketuk menginformasikan makan malam sudah siap di resto. Bagaimana view malam dari resto? Beginilah kira2. Saya lupa foto menunya. Tapi menurut saya, makanannya sangat enak semuaaa.
                    
Setelah menikmati makan malam, view pantai, waktunya beristirahat. Cukup menarik merasakan sensasi tidur di atas laut dengan deburan ombak. You should try it!

Pagi-pagi sudah dibangunkan oleh suara ombak. Setelah sikat gigi dan cuci muka, kaki langsung melangkah ke resto. Perut minta diisi. Nah, sarapan pagi kemarin itu saya ambil omlette, susu sereal, dan jus timun. Ketika sarapan, kebanyakan penginap lain adalah orang tua paruh baya dan yang sudah agak berumur beserta keluarga.  Mungkin suatu kebetulan aja haha

           
Nah, setelah selesai menyantap sarapan, langsung lanjut cekrek-cekrek melihat indahntya view dari resto dan spot foto di dekatnya. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, Pantai ini tepat di depan hutan Taman Nasional, sehingga view hutan masih jelas terlihat. Sungguh, leyeh-leyeh saja menikmati view disini tidak akan bosan berhari-hari.
              
Setelah selesai sarapan dan berfoto, guide mengingatkan untuk segera bersiap untuk tour hari ini dan sekaligus check out (karena saya ambil 1 malam akan dilanjut di Singkey Beach).
Tour hari kedua dimulai dengan penyeberangan 10 menit ke Goa Kelelawar. Disini foto-foto kemudian snorkeling. Terlihat di pinggir pantai menjulang tebing-tebing tinggi.
          
Setelah puas snorkeling di Goa Kelelawar, tour dilanjut ke Air Belanda. Jarak dari Goa Kelelawar ke Air Belanda sekitar 10 menit dengan menggunakan kapal kecil. 
                  
Air Belanda terdapat di Pantai Mata Air Belanda, di Desa Sakai. Sesampainya disana, sempat ragu mau menceburkan diri, karena airnya dingin sekali. Namun karena dorongon dari guide, sayang sekali untuk tidak mencoba, akhirnya saya menceburkan diri juga..rasanya dingin, setengahnya dingin es mungkin hehe.

Di pinggir pantai terlihat tebing batu. Dari dalam tebing batu tersebut, tetesan-tetesan air tersebut bertambah banyak dan perlahan membentuk sebuah aliran sungai yang airnya mengalir pelan ke laut sembari membelah hutan kecil yang ada di Pantai Air Belanda. Menurut guide, sebenarnya nama asli tempat ini bukanlah Mata Air Belanda, tetapi Mata Air Hatu Lohun. Jadi pantai ini merupan pertemuan antara air tawar dan air laut.

Setelah selesai berenang, rasanya perut cukup lapar. Timbullah ide untuk memakan pop mie di satu-satunya warung di pantai ini. Entah kenapa rasa pop mie waktu itu terasa enak sekali hehe
Sekitar pukul 4 sore, guide mengantarkan ke penginapan di Singkey Beach. Menaruh barang sebentar, kemudian menyantap gorengan dan kopi sore hari. Penginapan disini juga saya memilih di atas air. Desain kamar jangan dibandingkkan dengan The Ora Eco Resort lah ya. Namun menurut saya cukup baik. Disini juga disediakan makan malam di resto pinggir pantai

                                  
Nah karena cuaca dingin, perut ingin ngemil, akhirnya kecarian ciki2 alias makanan sehari-hari lah. Sayangnya restonya tidak jual. Akhirnya penjaganya menawarkan diri untuk membeli ke kampung sebelah. Terimakasih,Pak hehe

Pagi sekitar jam 7 setelah mandi, packing dan sarapan, kita pun bergegas meninggalkan pulau kembali ke Kota Ambon.
                               
Nah, ada cerita menarik ketika di tengah perjalanan menuju Pelabuhan Waipirit, yaitu jembatan longsor dan tidak bisa dilalui kendaraan. Menurut info warga, malam sebelumnya hujan deras. Bukan peristiwa jarang jembatan putus. Kondisi/kontur alam disana memang mengharuskan banyak jembatan. Sempat menunggu sekitar 1 jam, namun karena infonya menunggu perbaikan Dinas PU yang bisa jadi 1-2hari, akhirnya guide mengambil inisiatif untuk menitipkan mobilnya di rumah warga dan kita lanjut perjalanan dengan menggunakan ojek. Baru sekitar 15 menit, kita bertemu lagi dengan jembatan yang hampir putus. Namun jembatan ini masih bisa dilalui motor walaupun dengan pelan-pelan dan deg-degan.
           
Sesampainya di Pelabuhan Waipirit, kita menunggu cukup lama sebelum kapal berangkat ke Pelabuhan Hunimua. Kali ini saya kebagian kapal besar dan ruang vip. Untuk dapat ruang vip, bisa di upgrade dari tiket biasa, saya lupa nambah berapa karena sudah dari travel. 

         
Tidak terasa seperti di kapal kan ya hehe. Setelah sampai di Pelabuhan Hunimua, hujan deras sekali. Kita menunggu cukup lama tour menjari mobil sewaan yang akan mengantar kembali ke kota Ambon (mobil travel kan sudah dititip di rumah warga). Awalnya ingin mencoba makan Rujak Natsepa yang sudah legend di tempat. Namun karena sudah malam, akhirnya hanya mampir bungkus dan makan di hotel. Trip Ora selesai. Syukur dapat travel yang tanggung jawab dan bisa cepat ambil solusi. Walaupun tidak sesuai dengan fasilitas yang sudah dibayar, namun begitulah perjalanan. Kondisi alam di luar prediksi. Bersyukur juga tidak ambil penerbangan kembali ke Mamuju di hari yang sama, karena sudah pasti ketinggalan.
                                  
Sesampainya di hotel, saya masih kepikiran keluar menjelajah kota Ambon untuk mencari  oleh-oleh. Dengan bantuan google map, ketemulah tokonya. Dalam kota saya naik grab. Jadi sudah ada grab disana guys hehe. Cuma tarif disana minimal 35rb ya. Duit 35rb di Ambon tidak kemana haha. Di Mamuju padahal Cuma 15rb minimal grabcar.
             
Panjang ya perjalanan untuk sampi ke The Ora Eco Resort haha.. Ribet berganti-ganti moda transportasi? Ini sebenarnya pertimbangan mengapa Travelnya menjadwalkan lewat Pelabuhan Hunimua karena penyeberangan melalui Pelabuhan Hunimua, terdapat jadwal keberangkatan kapal setiap jam. Selain rute ini, ada rute lain yang lebih cepat, naik kapal cepat langsung 4 jam penyeberangan langsung sampai di Ora Eco Resort tanpa berganti-ganti moda transportasi. Namun jarak jadwal antar kapal cepat lama yaitu 4 atau 6 jam sekali. Jadi sekalinya jadwal tidak pas, bisa menunggu setengah hari atau bahkan menyeberang hari.
Tapi sejauh apapun perjalanannya, menurut saya sangat rekomended dan harus dicoba. Sungguh. Sebelum ke Maldives, tidak ada salahnya menjelajah Maldivesnya Indonesia dulu.

Sebagai tips yang mau kesana, kalau jangan lupa bawa cemilan banyak karena susah mencari warung di Ora Eco Resort maupun di Desa Saleman.

Dec 17, 2019

Explore Kota Labuan Bajo

Sesuai janji saya pada tulisan sebelumnya, kali ini saya akan membagikan pengalaman saya mengexplore kota Labuan Bajo. Karena trip Waerebo dimulainya subuh, maka saya ambil penerbangan H-1.  Saya ambil penerbangan pagi dari Makassar dan mendarat di Bandar Udara Komodo sekitar pukul 08.40 waktu setempat. Bagaimana penampilan bandaranya? Okelah ya.. Namun sedikit kurangnya menurut saya, fasilitas tempat makan/nongkrong masih agak kurang untuk bandara internasional. Apalagi Labuan Bajo salah satu destinasi wisata yang populer. Ketika menunggu dijemput, hanya ada 1 tempat minum di dekat area kedatangan, itupun kecil.

                                       

Kemudian dijemput oleh agent tour yg akan mendampingi privat trip Waerebo dan diantar ke salah satu hotel yang sudah saya pesan sebelumnya. Penginapan ini di luar paket privat trip Waerebo. Saya sengaja memilih kamar dengan sea view. Jam masih menunjukkan pukul 10 pagi ketika kami ampai di hotel, namun petugasnya cukup ramah dan mengizinkan early check in. Bagaimana view dari kamarnya?

                

Fasilitas penginapannya standar ada air mineral kemasan, toileteries saya lupa ada atau tidak. Namun plusnya adalah tersedia balkon dan kursi serta meja kecil untuk melihat pantai di kejauhan. Sebelumnya saya sudah baca pengalaman orang lain bahwa air disana cukup berkapur. Jadi saya sudah berjaga-jaga memang bawa stok tissue basah. Selama trip di Labuan Bajo, selesai mandi saya selalu melap badan menggunakan tissue basah. Kemudian wajah, saya bilas terakhir pakai air minum. 

Jika orang mungkin akan memilih beristirahat, beda halnya dengan yang menulis cerita ini hehe.
Setelah menaruh barang ke kamar dan rapi-rapi barang sejenak, tangan langsung lincah searching2 rekomendasi wisata dalam kota. Sebelum explore, perut sudah minta diisi. Awalnya saya ingin mencoba kuliner khas Labuan Bajo, namun karena kurang banyak info yang saya temukan, akhirnya mencoba ke Medirterraneo Restaurant and Lounge. Beberapa orang di internet merekomendasikan resto ini jika ingin mencoba menu  western dengan view dan tempak lumayan oke di Labuan Bajo. Oh ya, saya baru nemu makanan khas setelah trip Wae Rebo.

Kaki sudah melangkah, kemudian teringat ini bukan kota besar yang sudah ada grab/gocar.. cari2 info di internet, ada gojek lokal..setelah instal, eh baru tau ternyata itu hanya di kota Floresnya. Akhirnya tanya info sewa motor ke tour agent (apa penjaga hotel saya lupa). Dapatlah motor sewaan dengan tarif Rp75rb/setengah hari lengkap dengan helm dan jas hujan. Tanpa berlama-lama, cus lah ke Medirterraneo dengan bekal Google Map. Sampai di tempatnya, desain tempatnya memang lumayan oke. Beberapa pengunjung lain yang sedang disana adalah orang luar semua.


Rekomendasi menu disana adalah menu western. Saya pesan menu western walaupun sebenarnya ada menu indo yang familiar juga. Namun entah kenapa menu pesanan waktu itu kurang pas di perut. Tapi tidak apalah mencoba.

Setelah selesai makan, terlebih dahulu mampir ke toko oleh-oleh yaitu Exotic Oleh-Oleh untuk membeli sandal jepit. Kebetulan sandal jepit saya ketinggalan (apa sengaja tidak dibawa ya, lupa). Kenapa tidak ke warung?  Memang ingin sekalian punya sandal khas sana (walaupun akhirnya sandal itu hanya berumur beberapa hari karena dipakai mendaki bukit depan Kampung Waerebo pagi hari). Penjelajahan dimulai ke Pantai Wae Cicu. Pantai ini terdapat di dalam kawasan sebuah hotel. Waktu searching sebelum ke Labuan Bajo, awalnya saya ingin menginap di hotel ini. Namun ada review pengunjung,  petugas kurang ramah dan cukup merepotkan angkut2 koper ke kamar yang terdapat di bagian atas, akhirnya saya mengurungkan niat. Di antai ini terdapat dermaga dan pemandangan lumayan banyak kapal yang sedang berlayar. Karena waktu sudah mendekati sunset, di pantai ini hanya sekitar 15 menit.

                  

Berdasarkan hasil googling, tempat terbaik untuk menikmati sunset di Labuan Bajo adalah di Bukit Silvia. Maka perjalanan dilanjut sekitar 10 menit dari Pantai Wae Cicu. Untuk mencapai Bukit Wae Cicu, kita masih perlu trekking sekitar 20-30 menit dari parkiran motor. Siap-siap bawa sandal atau sepatu yang memang nyaman untuk dibawa jalan ya. Jalur trekkingnya lumayanlah, itung2 untuk pemanasan sebelum trekking panjang ke Wae Rebo keesokan hari. Bagaimana view dari Bukit Silvia nya? Cantik ga? Ehhh.. bagus ga maksudnya hehe


Ternyata menikmati sunset di Bukit Silvia lumayan terkenal, buktinya selama kita disana lumayan banyak wisatawan luar yang ikut menkmati sunset disana. Selain Bukit Silvia, ada juga beberapa bukit yang saling berdekatan untuk menikmati view pantai dan sunset. Ada Bukit Teletubies dan Bukit Cinta.

Setelah menikmati view sunset di Bukit Silvia, kaki pun mulai bergegas turun menuju parkiran. Tiba-tiba ingin minum air kelapa. Searching-searching tempat tongkrongan yang lumayan oke, ketemulah Le Pirate. Nama ini tentu bagi sebagian orang sudah tidak asing karena ada penginapannya juga di beberapa kota. Di internet, banyak orang yang merekomendasikan cafe ini. Beberapa pengunjung dalam reviewnya menyatakan bahwa pelayan cafe lebih mengutamakan wisatawan luar. Namun, hal ini terpatahkan berdasarkan pengalaman saya. Pesanan saya lumayan cepat dapat (saya tidak ada tampang seperti wisatawan luar kan ya hehe).  Oh ya, selama kurang lebih 2jam berada di Cafe Le Pirate, pengunjungnya semua adalah wisatawan luar negeri dong. Menu ya menu internasional lah ya pastinya.

                                      

Setelah selesai nongkrong di Le Pirate, perjalanan di lanjut ke Dermaga Kampung Ujung. Menurut mbah google, disana tempat wisata kuliner. Jadi harapan saya juga akan menemukan air kelapa. Entah kenapa dari siangnya saya pengen air kelapa, namun tidak ketemu karena sudah pada tutup.

                  

Fyi, Dermaga Kampung Ujung pada siang hari menjadi tempat bertemunya tour/travel dengan wisatawan yang akan ikut trip atau nama ngetren nya adalah meeting point. Sedangkan pada malam hari tempat ini akan berubah menjadi kawasan kuliner seafood.

Waktu sudah mendekati tengah malam, explore untuk dalam kota hari pertama harus diakhiri. Berhubung besok subuh trip Wae Rebo sudah dimulai.

Oh ya sebagai tips bagi yang ingin ke Labuan Bajo, sedia stok tissue basah karena air cukup berkapur dan sun block karena cuaca yang lumayan menyengat. Beberapan tempat juga menyediakan persewaan motor Rp100-150rb/hari. Semoga liburannya menyenangkan..

Jul 14, 2019

Sailing Komodo: Enjoy the Beauty of Indonesia

Setelah sebelumnya saya membagikan Trip Waerebo, kali ini saya akan membagikan pengalaman trip Sailing Komodo. Ceritanya, saya sudah dari 2 tahun yang lalu ingin ke Labuan Bajo (jauh sebelum kejadian kebakaran Pulau Gili Lawa).  Keinginan kesana beberapa kali batal karena jadwal penerbangan yang bisa dikatakan “kurang pas” (nasib penempatan di kota kecil dengan sedikit pilihan penerbangan) dan butuh hari libur yang banyak karena saya ingin sekaligus ambil trip Waerebo dan Sailing Komodo

Jika Waerebo saya ikut privat trip, berbeda dengan Sailing Komodo saya ikut open trip dengan travel yang berbeda (kebetulan jadwal trip pas dan jumlah minimum peserta terpenuhi). Apa beda privat trip dan open trip? sudah ada di tulisan saya sebelumnya hehe. Sebenarnya ada beberapa travel yang menawarkan Trip Waerebo+Sailing Komodo sekaligus, namun ketika saya cari tidak menemukan travel dengan jadwal dan fasilitas sesuai keinginan.  Biaya Open trip Sailing Komodo 3 Day 2 Night yang saya ikuti adalah 2,5jt (biayanya sama dengan biaya ketika saya ikut privat trip Waerebo). Harga ini di luar tip untuk guide dan sewa kapal 1,5jt jika kita ingin dijemput kapal kembali ke bandara mendahului rombonga (mahal??..ya begitulah memang wisata di negara kita. Kalau dihitung cost transport, biaya trip, penginapan h-1 ya sudah bisa menjelajah ke luar Asia. Tapi ya kembali lagi ke Preference masing-masing orang lebih milih kemana). 

Sailing Komodo 3D2N itu bagaimana maksudnya? Sesuai dengan sebutannya, kita akan berlayar mengunjungi tempat-tempat wisata di sekitar Pulau Komodo dengan menggunakan kapal. Kita akan makan dan menginap di kapal selama 3 hari 2 malam. Kita hanya akan turun ke darat jika sedang mengunjungi tempat wisata. Jadi, bagi yang mabuk laut sangat tidak disarankan karena kita akan merasakan gelombang laut selama 3 hari. Bisa jadi tidak terlalu terasa gelombang lautnya, namun bisa jadi sangat terasa (seperti perjalanan menuju Pulau Padar).

Trip dimulai dengan penjemputan dari penginapan ke Dermaga Kampung Ujung. Saya sudah di Labuan Bajo sehari sebelum trip di mulai. Seluruh peserta akan dijemput dari bandara atau penginapan lalu berkumpul di Dermaga Kampung UjungKami ada 7 orang dalam 1 rombongan. Dermaga ini dari pagi sampai siang hari menjadi meeting point wisatawan yang akan menyeberang, namun sore sampai malam akan berubah menjadi kawasan wisata kuliner seafood.

Beberapa peserta dan kru travel
Dermaga Kampung Ujung
Setelah kapal mulai berlayar meninggalkan dermaga, peserta langsung disuguhi jus sebagai welcome drink. Inilah penampilan rombongan kami.
Seluruh peserta rombongan kami
Perjalanan pertama adalah mengunjungi Pulau Kelor. Pasti sudah sering dengar ungkapan “dunia tidak selebar daun kelor” ya. Seperti yang kita tau bahwa daun kelor tidak lebar, begitu juga pulaunya, tidak terlalu besar.
Pulau Kelor
Kita trekking sekitar 15 menit untuk sampai ke puncak Pulau Kelor dan bisa berfoto dengan view yang luar biasa indahnya. Biasanya jalur trekking macet akibat banyaknya pengunjung yang antri buat berfoto. Waktu tempuh trekking yang sebenarnya cukup 15 menit, namun untuk dapat kesempatan berfoto bisa sampai 1 jam.

Setelah lelah bermacet-macet ria, this is it. Pemandangan dari puncak Pulau Kelor. Walaupun sudah sering melihat pantai, namun kombinasi biru laut dan hijaunya gunung serta putihnya pasir disini tetap membuat saya berdecak kagum. Setiap tempat memang memiliki keindahan sendiri. Kita susah membandingkan tempat ini lebih bagus dari tempat itu.

View dari Puncak Pulau Daun Kelor
Setelah turun trekking, di Pulau kelor juga kita dapat menikmati pantai dengan bermain pasir, berenang atau sekedar menikmati pemandangan.

Setelah puas menikmati Pulau Kelor, perjalanan dilanjut ke Pulau Pempe dan Pulau Manjarite. Ditengah perjalanan, kami menyantap makan siang yang sudah disiapkan travel.  Ada yang mau makan siang dengan view seperti ini?
Pemandangan pantai di Pulau Pempe menurut saya biasa saja. Saya lebih tertarik dengan tebing-tebing di Pulau ini. Nah ada sedikit cerita, teman saya di foto adalah kenalan ketika di Desa Waerebo (yang saya sampaikan backpacker-an bareng suaminya pada artikel trip Waerebo). Kebetulan di trip Sailing ini kami satu travel agent tapi beda rombongan. Inilah salah satu nilai plus kalau kita ikut trip, bisa menambah kenalan baru.
Pulau Pempe with Mba Ulfa
Di Pulau Manjarite wisatawan biasa akan snorkeling, namun kemarin saya tidak ikut turun. Saya hanya menunggu di kapal karena sedang halangan (biasa, wanita). Setelah peserta lain selesai snorkeling, kami disuguhi snack sore. Semua makanan dan snack ciki2 sudah bagian dari fasilitas trip. So, sebelum ikut trip pastikan apakah snack sudah include dalam fasilitas agar tidak mubajir. Pengalaman kemarin, kami bawa snack masing-masing karena mengira snack yang disediakan hanya gorengan atau kue. Ternyata snack yang disediakan travel cukup banyak, sehingga sampai kembali dari pulau pun snack masih banyak tersisa. Yang jelas setiap selesai trip, angka timbangan biasa akan bergeser ke kanan. Entah kenapa selera makan selalu naik ketika traveling. Mungkin pengaruh mood dan view ya hehe
Snacking time
Perjalanan berlanjut ke Pulau Kalong. Kami sampai di pulau ini tepat menjelang sunset. Disini kita menikmati sunset beserta pemandangan kalong (kelelawar) yang baru keluar sarang untuk mencari makan. Kita sering dengar perumpamaan “mata kalong” yang menyamakan seperti kalong yang keluarnya menjelang malam. Sambil menunggu makan malam disiapkan, kami mencoba berfoto dari berbagai sudut kapal hehe
           
Sunset di Pulau Kalong
Seperti Dora the Explorer aja ya? haha

Setelah makan malam, peserta rombongan leyeh-leyeh di bagian depan kapal menikmati angin malam, suara ombak, dan pemandangan bintang. Awalnya kapal akan menginap/bersandar di pulau ini, namun kapal akhirnya bersandar di Pulau Kambing. Pulau tersebut tidak terlalu jauh dari Pulau Padar. Diperkirakan akan ada banyak pengunjung besok hari, sehingga kita harus sampai Pulau Padar lebih pagi.


Subuh sekitar setengah 5 kita mulai bangun dan bersiap untuk trekking ke Pulau Padar yang jadi salah satu ikon wisata Labuan Bajo. Kita mau melihat sunrise di Padar. Gelombang laut mendekati Pulau Padar lumayan terasa. Saya yang agak cuek, sempat agak merasa was was. Jam 5 kita mulai trekking Pulau Padar. Jalur trekking menuju Puncak Padar hanya 45 menit. Namun karena banyaknya pengunjung, menyebabkan jalur trekking macet dan antri untuk berfoto.

Sekedar info, Taman Nasional Komodo terdiri dari tiga pulau besar, yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta pulau kecil lainnya. Paket trip yang saya ikuti mengunjungi 2 pulau besar tersebut, yaitu Pulau Padar dan Pulau Komodo. Sebagian besar wilayah pulau adalah savana habitat spesies komodo.

Sepanjang perjalanan dari kapal ke puncak, kita bisa melihat di beberapa bagian kiri dan kanan jalan ada bunga. Jalur trekking di Pulau Padar sudah dibuat tangga dari kayu pada beberapa bagian (tidak seluruhnya). Setelah perjuangan trekking dan antri lumayan lama, akhirnya kita disuguhkan pemandangan yang menakjubkan. Membuat kita akan berdecak kagum akan ciptaanNya.
Puncak Pulau Padar
Bagi yang hendak trekking ke Pulau Padar, ada beberapa tips: pertama kalau bisa sepagi mungkin agar tidak panas dan pengunjung belum terlalu banyak; kedua jangan lupa mengoleskan sunblock dan memakai topi serta alas kaki yang nyaman; ketiga sebaiknya menggunakan baju lengan panjang/selendang sebagai luaran (yang bisa tinggal dibuka jika ingin foto seksoi di Puncak Pulau Padar) karena ketika kita turun, matahari cukup menyengat; keempat siapkan stamina dan membawa air mineral karena akan menahan panas berjam-jam; dan kelima ketika hendak berfoto sebaiknya sudah siap baik kostum, topi, kacamata hitam dan ide pose karena banyaknya antrian akan membuat tidak nyaman untuk mencoba berbagai pose. Semoga menikmati trekking yang nyaman dan dapat foto yang epic!
View Long Beach
Feel free..
hempas haha
Saatnya kita kembali ke kapal, saatnya mengisi kembali stamina yang sudah terkuras..sarapan sudah menanti. Setelah stamina sudah kembali terisi, saatnya kita melanjutkan perjalanan ke Long Beach. Informasi dari guide, pantai ini hampir sama dengan Pink Beach. Saya cukup penasaran dengan pantai ini. Bagaimana mungkin pasir bisa berwarna pink?  Mari kita buktikan benarkah demikian.

Semua foto disini adalah hasil dari HP sendiri yak hehe. Ternyata benar, pasirnya kelihatan pink ya saudara-saudara haha. Damai sekali melihat pemandangannyaa..feel  free


Berdasarkan penjelasan guide, warna pink ini berasal dari karang merah yang hidup dan tumbuh di lautan dan kemudian terkikis oleh derasnya air laut. Hasil kikisan ini menjadi serpihan dan bercampur dengan pasir pantai. Hal ini menjadikan warna pasir berubah menjadi warna merah muda/pink. Warna pink akan terlihat semakin jelas setiap kali pasir tersapu air laut.

Di pantai Long Beach juga terhampar pemandangan rumput yang cukup kece untuk dijadikan background sesi pemotretan hehe. Guide menawarkan untuk mengambil gambar, dengan senang hati saya langsung berpose hehe. Walaupun posenya akhirnya diarahkan guide. Maklum, bukan orang yang fotogenik.
Perjalanan kita lanjut ke destinasi berikutnya, yaitu Pulau Namong dan Pulau Komodo. Nah, ini membuat saya agak galau sendiri. Pernah baca kalau komodo itu sangat tajam penciumannya terhadap darah dan menarik mereka untuk memangsa. As i told, I have my period. Membayangkannya membuat saya agak bergidik. Namun saya merasa sayang sudah jauh-jauh namun tidak melihat spesies langka ini. Akhirnya saya sampaikan dengan sedikit malu kepada guide kami. Puji Tuhan, katanya sudah pernah membawa wisatawan dengan kondisi yang sama dan aman ketika bertemu komodo. Yang penting saya dititip dan dijaga khusus satu orang guide lokal Pulau Komodo katanya. Baiklah..saya pun lega. Inilah salah satu pentingnya guide jika kita mengeksplor tempat yang belum terlalu kita tau medannya. Daripada bingung sendiri, lebih baik disampaikan ke guide, pasti ada solusi.
               
Rombongan kami with 
spesies langka, penghuni 
Pulau Komodo hehe

Begitu turun dari kapal dan melewati gerbang, kita langsung melihat kambing-kambing di pinggir pantai. Kambing kan takut air, ngapain disana? Kambing ini adalah santapan bagi spesies komodo.


Kalau kata guide, komodo adalah binatang yang suka kamuflase. Lihat saja posenya seakan sedang bermalas-malasan dan tiduran begitu. Padahal itu juga bisa saja berpura-pura dan sudah siap untuk menerkam mangsa.

Di Pulau Komodo, wisatawan bisa menikmati air kelapa sambil menikmati pemandangan laut dari pinggir pantai. Setelah puas menikmati pulau, kita kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan ke Pantai Pink alias Pink Beach. Namun kita hanya mampir sebentar disana karena memang pantainya hampir sama dengan Long Beach.

Destinasi untuk hari ini sudah selesai, kita kembali ke kapal untuk mandi, menyantap makan dan snack malam, serta beristirahat. Makan terus. Yess

Keesokan paginya kita lanjut ke Taka Makassar. Tapi kita isi perut dulu biar ada tenaga. Ini adalah sarapan terakhir sebelum siangnya trip berakhir. Ada yang tidak mau sarapan dengan view seperti ini? Sarapan sehat dengan view yang sehat bagi mata. Kombinasi yang pas hehe
Setelah sarapan, kita bergegas ke Pulau Taka Makassar dengan perahu kecil. Kita pindah ke kapal kecil karena Taka Makassar sangat kecil dan tidak memungkinkan kapal untuk bersandar. Pulau ini merupakan gundukan pasir putih di tengah laut. Pulau seperti ini sudah beberapa kali saya jumpai, seperti di Kepulauan Seribu dan ketika Trip Raja Ampat dulu.
 

Kok ada juice?? Ini dibawa guide dari kapal (pasangan roti, menu sarapan). Niat banget? Yes, aku juga sempat ngetawain. Eh, ternyata berguna juga sebagai properti sesi perfotoan hehe

Perjalanan kita lanjut ke destinasi berikutnya, yaitu Manta Point. Jarak kedua pulau ini hanya 10 menit. Jika 2 hari sebelumnya saya menahan diri untuk snorkeling, kali ini tidak. Saya ingin melihat Manta alias Pari besar (karena waktu trip Raja Ampat dulu gagal, mantanya tidak muncul).

Untuk bisa melihat manta, katanya perlu keberuntungan. Beberapa kali guide kami membawa wisatawan sebelumnya, namun mantanya tidak muncul. Untungnya, ketika kami kesana lumayan banyak manta yang muncul. Saya hitung ada sekitar 8-10 ekor manta. Bisa melihat dari dekat tidak gampang, kita perlu berenang cepat untuk mengikutinya. Apalagi ketika itu arus air cukup deras.
Di Manta Point, saya ga punya foto dan video sama sekali. Ko bisaa?? Awak kapal yang ikut nemenin kita snorkeling, menawarkan diri untuk bawa Go Pro eike. Saya kira sudah pengalaman, langsung ngasih kamera saja. Ternyata satu pun video tidak tersimpan, padahal sudah beberapa kali ada manta yang dekat..huhu

Manta Point adalah destinasi terakhir yang saya ikuti. Sebenarnya ada 1 destinasi lagi, yaitu Pulau Kanawa. Namun karena jadwal pesawat saya setengah 4 sore, saya harus segera bergegas ke bandara. Saya dijemput kapal sewaan. Berapa tarifnya dari Manta Point ke Dermaga Kampung Ujung? 1,5jt! Mahal? Yes, mereka sudah tidak ambil untung (katanya). Padahal kalau mengikuti rombongan tidak akan bayar lagi,karena sudah include di trip. Untungnya ada 2 wisatawan lagi dari grup lain yang ikut, lumayan bisa berbagi.

Kenapa tidak kembali bareng rombongan? Ini sebenarnya sudah saya konsultasikan dengan travel awal yang saya daftar. Mereka  menyatakan aman jika saya ambil tiket di atas jam 3 karena jadwal trip sudah berakhir di jam tersebut. Saya ambil tiket pesawat setengah 4 sore. Tetapi ternyata travel tersebut mengover saya ke travel lain yang mana jadwal tripnya belum berakhir di jam tersebut. Saya tahu hal ini setelah trip Sailing dimulai, namun saya kira penjemputan akan ditanggung travel karena ini bukan kesalahan saya. Sempat kesal, tetapi ya sudahlah. Begitulah perjalanan, harus dinikmati. Seringkali yang terjadi tidak sesuai rencana, butuh fleksibilitas dan solusi cepat. Traveling akan membuat kita belajar banyak hal.

Setelah sampai di dermaga, kami diantar ke bandara. Trip pun berakhir.

Untuk Trip dalam kota Labuan Bajo pada hari pertama disana, akan saya bahas di tulisan terpisah.

Semoga bermanfaat.