Contoh kasus yang saya ambil adalah kasus pencemaran Sungai Citarum yang mengganggu produktifitas PLTA-PLTA yang ada di sekitarnya.
Kasus Pencemaran Sungai Citarum Terhadap Produktifitas Plta-Plta Yang
Di Sekitarnya:
Daya tampung sungai Citarum dicerminkan oleh debit
sungai Citarum. Sementara beban polutan ditentukan dari sumber limbah industri,
pertanian, dan domestik (rumah tangga) dengan parameter BOD, COD, N Total dan P
Total. Perhitungan total beban polutan dilakukan dengan analisis secara spasial
menggunakan perangkat lunak MapInfo 8.0. Selanjutnya total beban polutan dibagi
dengan debit sungai di titik Nanjung akan menghasilkan nilai konsentrasi
polutan. Konsentrasi polutan tersebut kemudian dibandingkan dengan standar baku
mutu yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tampung sungai Citarum
(tahun 2001 maupun 2004) sudah terlampaui. Daya tampung yang sudah melampaui
batas menyebabkan menurunnya daya dukung sungai Citarum. Selain meningkatnya
jumlah polutan, kapasitas debit sungai sangat menentukan tingkat daya tampung
dan daya dukung sungai Citarum. Hal ini mengakibatkan keadaan sungai menjadi
sempit dan dangkal, sampah dimana mana, warna airpun hitam pekat. Penurunan
debit/kuantitas maupun kualitas air ini telah mengganggu produktifitas dari
PLTA, terutama PLTA Jatiluhur. Yakni membuat putaran turbin Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA) Jatiluhur melemah.
Hitung-hitungan yang didapat dari 3 PLTA yang ada di
aliran sungai citarum ternyata menghasilkan energi setara bahan bakar minyak
sebanyak 16 Juta ton/tahun. Namun ada sekitar 4 juta meter kubik lumpur masuk
ke dalam waduk Saguling. Kemudian, rata-rata tahunan sampah yang disaring oleh
UBP Saguling mencapai 250.000 m3/ tahun. Sejumlah sampah
tersebut disaring agar tidak masuk ke dalam turbin pembangkit listrik. Tentunya
proses penyaringannya sendiri memakan biaya yang tidak sedikit.Hal ini
mengakibatkan kerugian bagi pihak PLTA
No comments:
Post a Comment